Kamis, 28 Juni 2012

kasus aborsi di indonesia


Kabar Sosial Budaya

Seksolog: Aborsi di Indonesia Capai 2,5 Juta Kasus Per Tahun


Semarang (tvOne)
Seksolog dan androlog, Wimpie Pangkahila memperkirakan jumlah perkara aborsi atau pengguguran kandungan di Indonesia capai 2,5 juta kasus per tahun.
"Kasus aborsi ini tersebar secara merata, baik di wilayah-wilayah perkotaan maupun perdesaan," kata Wakil Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Andrologi Indonesia (Persandi) tersebut di Semarang, Rabu (18/4).
Menurut dia, kasus aborsi yang terjadi di wilayah perkotaan biasanya oleh oknum dokter, sementara mereka yang tinggal di perdesaan memilih melakukan pengguguran kandungan oleh dukun.
Ia mengungkapkan tingginya kasus aborsi di Indonesia itu kemungkinan semakin terbukanya perilaku remaja dalam berpacaran karena peran orang tua dan keluarga dalam mengawasi cenderung longgar.
"Berhubungan seks pada zaman modern sekarang ini tidak lagi dianggap sebagai sesuatu yang 'suci' atau sakral lagi. Jika ada kesepakatan dari si pria dan wanita, terjadilah yang namanya hubungan badan," katanya.
Kalangan remaja pada zaman sekarang, kata Wimpie yang juga Ketua Umum Asosiasi Seksologi Indonesia (ASI) itu, menganggap seks pranikah bukan sesuatu yang menyimpang, dan cenderung mudah melakukan hubungan seks.
Kehamilan, lanjut dia, merupakan konsekuensi dari hubungan seks. Namun, para remaja yang melakukan seks pranikah itu cenderung menempuh jalan pintas jika terjadi kehamilan, yakni memutuskan melakukan aborsi.
Menurutnya, kasus aborsi di Indonesia selama ini lebih tinggi daripada negara-negara lain di Asia, seperti Singapura dan Korea Selatan.
Berdasarkan data Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), kata dia, setidaknya sekitar 30 persen remaja yang berpacaran mengakui telah melakukan hubungan seks. Namun, kemungkinannya bisa lebih.
Oleh karena itu, dia mengingatkan pemerintah untuk melakukan langkah preventif mencegah maraknya kasus aborsi, seperti memasukkan kurikulum pendidikan seks di sekolah, bahkan bila perlu sejak sekolah dasar (SD).
"Dengan diberikannya pendidikan seks di sekolah ini, para remaja setidaknya sudah dibekali dengan pemahaman tentang seks, termasuk konsekuensi dan akibat melakukan hubungan seks sebelum menikah," kata Wimpie.(Ant)
   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar