Jumat, 10 Januari 2014

kandungan qs annisa 136

PILAR-PILAR AKIDAH ISLAM, Tafsir al-Qur'an surat al-Nisa ayat 136-139


Pendahuluan 

Segala puja dan puji kehadhirat Allah SWT. yang telah mengutus Nabi Muhammad Saw. dengan Islam dan menurunkan al-Qur'an kepada beliau. Yang dengannya kita memperoleh petunjuk menuju jalan yang lurus. Shalawat serta salam senantiasa tercurah untuk junjungan kita Nabi Muhammad, peghulu sekalian rasul dan sekalian alam, qayyidul ghurril muhajjalin, serta kepada sahabat dan kerabat beliau hingga akhir zaman.
Agama Islam merupakan agama yang telah diyakini kesempurnaannya oleh orang-orang yang sempurna pula imannya. Keimanan yang sempurna tidak akan terwujud terkecuali dengan mengimani apa yang wajib diimani dan mengamalkan apa yang diperintahkan oleh Allah SWT. dan Rasul-Nya.
Namun di antara semua ini yang terpenting adalah kita mengetahui apa yang wajib diimani dan apa yang telah diperintahkan tersebut. Oleh karena itu dalam makalah ini kami ingin mengupas sedikit pembahasan mengenai Rukun Iman Sebagai Pilar-Pilar Agama. Kesempurnaan agama seseorang akan nampak jika keimanan yang ditekankan dalam rukun iman telah ada dalam dirinya.
Tafsir -Qur'an surat al-Nisa ayat 136-139
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا آَمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلَى رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي أَنْزَلَ مِنْ قَبْلُ وَمَنْ يَكْفُرْ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا (136) إِنَّ الَّذِينَ آَمَنُوا ثُمَّ كَفَرُوا ثُمَّ آَمَنُوا ثُمَّ كَفَرُوا ثُمَّ ازْدَادُوا كُفْرًا لَمْ يَكُنِ اللَّهُ لِيَغْفِرَ لَهُمْ وَلَا لِيَهْدِيَهُمْ سَبِيلًا (137) بَشِّرِ الْمُنَافِقِينَ بِأَنَّ لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا (137) الَّذِينَ يَتَّخِذُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَيَبْتَغُونَ عِنْدَهُمُ الْعِزَّةَ فَإِنَّ الْعِزَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا (139)

Artinya:
(36) Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya. (37) Sesungguhnya orang-orang yang beriman kemudian kafir, kemudian beriman (pula), kamudian kafir lagi, kemudian bertambah kekafirannya[1], maka sekali-kali Allah tidak akan memberi ampunan kepada mereka, dan tidak (pula) menunjuki mereka kepada jalan yang lurus. (38) Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih, (39) (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah.

Terkait dengan penafsiran para ahli al-Quran, Imam Ibnu Katsir dalam kitab beliau memberikan penafsiran dalam menjawab pertanyaan yang mungkin muncul dalam benak kita menyangkut surat al-Nisa ayat 136 di atas. Dalam ayat tersebut jika kita baca sepintas, kita melihat bahwa di awal kalimat Allah SWT. memerintahkan orang-orang yang beriman untuk beriman, sehingga memunculkan pertanyaan bahwa mengapa orang beriman diperintahkan untuk beriman lagi. Namun jika kita  merujuk kepada pendapat para mufassirin kita tahu bahwa ayat tersebut bukanlah sepenuhnya perintah untuk beriman. Sebagaimana Imam Ibnu Katsir mengatakan, dalam konteks ini maksud ayat di atas bukanlah perintah untuk beriman, melainkan perintah untuk lebih menyempurnakan iman dan memperkokohnya. Ayat ini sepadan dengan ayat ke-6 pada surat al-Fatihah yang berbunyi اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَmaka maksud dari meminta petunjuk disini ialah: “perlihatkan, tambahkan dan tetapkan kami dalam petunjuk”.[2] Dalam hal ini , surah Muhammad ayat 17 mengatakan “dan orang-orang yang memperoleh petunjuk, maka Allah menambah petunjuk kepada mereka……[3]
Dari surah an-Nisa ayat 136 diatas Rukun Iman disebutkan hanyalah lima perkara yaitu:
  1. Percaya kepada Allah
  2. Percaya kepada Nabi-Nabi dan Rasul-Rasul
  3. Percaya kepada Malaikat-Malaikat
  4. Percaya kepada Kitab-Kitab
  5. Percaya kepada Hari Akhirat
Pada ayat tersebut tidak disebut rukun iman ke-6 yaitu Percaya kepada Qada' dan Qadar
Kewajiban beriman kepada Qada' dan Qadar memang tidak diterangkan di dalam ayat 136 surah an-Nisaa'. Namun begitu, Rukun Iman ke-6 yang digariskan oleh Rasulullah tetap mempunyai asas di dalam al-Quran berdasarkan kepada ayat-ayatnya yang lain yaitu:-
!$tB z>$|¹r& `ÏB 7pt6ŠÅÁB Îû ÇÚöF{$# Ÿwur þÎû öNä3Å¡àÿRr& žwÎ) Îû 5=»tGÅ2 `ÏiB È@ö6s% br& !$ydr&uŽö9¯R 4 ¨bÎ) šÏ9ºsŒ n?tã «!$# ×ŽÅ¡o ÇËËÈ   ŸxøŠs3Ïj9 (#öqyù's? 4n?tã $tB öNä3s?$sù Ÿwur (#qãmtøÿs? !$yJÎ/ öNà69s?#uä 3 ª!$#ur Ÿw =Ïtä ¨@ä. 5A$tFøƒèC AqãsùÇËÌÈ  
" Tidak ada sesuatu kesusahan (atau bala bencana) yang ditimpakan di bumi dan tidak juga yang menimpa diri kamu, melainkan telah sedia ada di dalam Kitab (pengetahuan Kami) sebelum Kami menjadikannya; sesungguhnya mengadakan yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kamu diberitahu tentang itu) supaya kamu tidak bersedih hati akan apa yang telah luput daripada kamu dan tidak pula bergembira (secara sombong dan bangga) dengan apa yang diberikan kepada kamu dan (ingatlah), Allah tidak suka kepada tiap-tiap orang yang sombong takbur, lagi membanggakan diri. (Q.S Al-Hadid: 22-23)
Juga dalam sebuah hadis Rasulullah yang diriwayatkan melalui jalur Umar bin Khatab, dengan menambahkan keharusan beriman kepada qadha dan qadar dari Allah, entah itu yang baik maupun yang buruk.
Menurut Sayyid Quthb, seruan iman pada ayat tersebut merupakan seruan iman yang kedua , dengan menyebutkan ciri atau sifat mereka yang membedakan mereka dari kejahilan yang ada di sekitarnya. Ini merupakan penjelasan terhadap unsur-unsur iman yang wajib diimanai oleh orang-orang yang beriman. Yaitu, beriman kepada Allah dan rasul-Nya. Iman yang menghubungkan antara hati seorang mukmin dengan Tuhan yang telah menciptakan mereka, dan telah mengutus kepada mereka orang yang menunjukkan mereka pada keimanan itu, yaitu Rasulullah. Di sampinng itu juga beriman kepada risalah Rasul dan membenarkan segala yang dibawa untuk mereka dari Tuhan yang telah mengutusnya.dan kemudian disusul dengan keharussan beriman kepada hari kiamat.[4]
Adapun beriman kepada Allah, malaikat, kitab-kitab, rasul dan hari kiamat bagi orang beriman sudah merupakan fitrah di lubuk hatinya yang dalam.[5] Al-Quran mengisayaratkan bahwa kehadiran Tuhan ada dalam diri setiap insan.[6]  Demikian dipahami dari firman-Nya dalam surah al-Rum: 30.
óOÏ%r'sù y7ygô_ur ÈûïÏe$#Ï9 $ZÿÏZym 4 |NtôÜÏù «!$# ÓÉL©9$# tsÜsù }¨$¨Z9$# $pköŽn=tæ 4 Ÿw Ÿ@ƒÏö7s? È,ù=yÜÏ9 «!$# 4 šÏ9ºsŒ ÚúïÏe$!$# ÞOÍhŠs)ø9$# ÆÅ3»s9ur uŽsYò2r& Ä¨$¨Z9$# Ÿw tbqßJn=ôètƒ ÇÌÉÈ
Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.[7]
Karena sudah menjadi fitrah manusia untuk beriman kepada Allah, maka sewajarnyalah untuk senantiasa meningkatkan dan memperkokoh keimanan itu. Umat terdahulu meyakini sebagian yang disampaikan oleh para rasul dan kufur dengan sebagian yang lain.
Meski semua orang memiliki fitrah untuk bertuhan, akan tetapi yang menjadi pokok iman kepada Tuhan ini adalah peng-esaan (Tauhid).[8]  Di zaman sekarang, banyak kita dapati orang yang mengaku beriman kepada Allah, tetapi mereka juga beriman kepada yang selain Allah. Ada sebagian orang yang menjadikan harta sebagai Tuhan, dan ada juga yang menjadikan kekuasaan sebagai tuhan, dan lain-lain. Firman Allah:
                                                  ô ÉQöqs)»tƒ (#rßç7ôã$# ©!$# $tB Nä3s9 ô`ÏiB >m»s9Î) ÿ¼çnçŽöxî
"Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya."
Demikian yang diucapkan oleh nabi Nuh, Hud, Shaleh, dan Syu’aib yang diabadikan Allah dalam al-Quran secara runtut dalam surah al-A’raf ayat 59, 65, 73 dan 85.
Sementara dalam penafsiran lain kata يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا pada surat al-Nisa di atas adalah khithab terhadap orang-orang yang beriman dengan nabi Musa as. dan kitab yang diturunkan kepada beliau, yakni kitab Taurat. Mereka diperintahkan untuk beriman kepada Nabi Muhammad Saw. dan al-Qur'an sebagai kitab yang diwahyukan kepada beliau. Penafsiran ini dikemukakan oleh Ibnu Abbas ra. dalam kitab tafsir beliau.[9]
Mereka para ahli Taurat yang disifatkan oleh Allah SWT. dengan kata “آَمَنُوا” mendustakan dengan kenabian Isa dan Kitab Injil serta membangkang terhadap nabi Muhammad dan tidak mau beriman. Sehingga Allah SWT. menurunkan ayat ini kepada mereka.[10] Jika demikian, menurut Allamah Kamil Faqih, maka beriman dengan sebagian rasul dan sebagian kitab suci yang diturunkan Allah, adalah sama dengan kekufuran kerhadap semuanya.[11]
Sebagaimana yang kita tahu, macam-macam kitab suci adalah ialah :
  • Taurat, yang Allah turunkan kepada nabi Musa as
  • Zabur, ialah kitab yang diberikan Allah kepada Daud as
  • Injil, diturunkan Allah kepada nabi Isa, sebagai pembenar dan pelengkap Taurat. Firman Allah : ”…Dan Kami telah memberikan kepadanya (Isa) injil yang berisi petunjuk dan nur, dan sebagai pembenar kitab yang sebelumnya yaitu Taurat, serta sebagai petunjuk dan pengajaran bagi orang-orang yang bertaqwa.” (QS : Al-Maidah : 46)
  • Al-Quran, kitab yang Allah SWT  turunkan kepada Nabi Muhammad, penutup para nabi. Firman Allah yang artinya: ” Bulan Ramadhan yang diturunkan padanya (permulaan) Al-Quran sebagai petunjuk bagi umat manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda antara yang haq dan yang batil…” (QS. Al Baqarah: 185).
Kitab-kitab samawi yang telah diturunkan Allah secara keseluruhan pada hakikatnya adalah sama, yakni bersumber dari yang satu yaitu Allah, dan asasnya juga satu yaitu menyerahkan diri kepada Allah.[12] Ketika seseorang meyakini akan kebenaran kitab Allah, maka secara otomatis dia juga harus meyakini apa yang terkandung dalam kitab tersebut, di antaranya adalah berita tentang hari kiamat.
Di dalam ayat selanjutnya, yakni al-Nisa ayat 137 Allah SWT. tidak memberi ampunan dan petunjuk kepada jalan yang lurus terhadap orang-orang yang melakukan kemurtad-an berulang-ulang. Ayat ini turun berkenaan dengan apa yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi yang beriman kepada nabi Musa namun mereka menyembah sapi sementara nabi Musa tidak berada di antara mereka. Kemudian mereka beriman lagi setelah datangnya nabi Musa. Namun sepeninggal nabi Musa mereka kembali kufur dengan kenabian Isa as, dan semakin kufur ketika mereka diperintahkan untuk beriman kepada Nabi Muhammad Saw. dan al-Qur'an.[13]
Secara kronologis ayat ini memang khusus diturunkan untuk kaum Yahudi ahli Taurat. Namun Ibnu Abbas mengelompokkan semua orang-orang munafik di masa Rasulullah Saw. ke dalam ayat ini. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ayat ini pun berlaku bagi orang-orang yang melakukan kemunafikan dengan berulang-ulang di zaman sekarang.[14]
Dalam tafsir Nurul Quran, karya Allamah Kamal Fakih, mencontohkan Syabth bin  Rib’i sebagai salah seorang yang termasuk dalam kandungan ayat ini. Diceritakan bahwa dia masuk Islam pada masa nabi, namun ketika nabi wafat, dia menjadi kafir. Setelah itu dia bertobat dan bergabung dengan pengikut Ali ra. Belakangan, dia berubah menjadi komandan kaum Khawarij. Lalu lagi-lagi dia bertobat dan menjadi pengikut Imam Hasan dan Imam Husain. Dia menulis undangan kepada Imam Husain tetapi dia memperlihatkan ketidaksetiannya kepada Muslim bin Aqil di Kufah. Dia juga menjadi komandan Yazid di Karbala dan membangun mesjid di Kufah sebagai tanda syukur atas terbunuhnya Imam Husain.[15]
Pada  ayat selanjutnya, Allah mencela orang-orang munafik dengan gaya bahasa yang sangat Indah.بشر’berikanlah kabar gembira’ sebagai pengganti kata أنذر’peringatkanlah/ancamanlah’. Dan mengatakan azab yang pedih sebagai kabar gembira.[16]
Selanjutnya Allah SWT. memberikan wanti-wanti terhadap orang-orang munafik. Yaitu orang-orang yang menjadikan pemimpin selain orang muslim, agar mereka bisa meminta bantuan dan pertolongan. Ibnu Abbas memberikan penafsiran terhadap kata-kata  مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ dengan menyifati kata الْمُؤْمِنِينَ dengan kata المخلصين. Itu artinya selain kita dilarang mengangkat orang-orang yang tidak beragama Islam menjadi pemimpin, kita juga dilarang menjadikan orang-orang Islam namun tidak konsisten dalam ketaatan sebagai pemimpin jika kita mengharapkan memperoleh kemuliaan dari mereka, baik berupa jabatan atau harta yang berlimpah.[17] Dan sepatutnyalah kita mengharapkan kemuliaan hanya kepada Allah SWT. semata, bukan kepada makhluk, terlebih terhadap musuh-musuh Islam.
Kesimpulan
Beriman kepada Allah, maksudnya adalah kita beriman dengan rububiyah-nya Allah SWT., keesaan-Nya, sifat-sifat, dan nama-nama Allah SWT. yang dengan iman ini tidak ada keraguan lagi bahwa Allah SWT. itu benar-benar ada. Sementara mengimani para malaikat Allah yakni dengan meyakini kebenaran adanya para malaikat Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan segala tugas-tugas yang diembankan oleh Allah SWT. kepada mereka. Kemudian iman kepada kitab-kitab Allah SWT. itu berarti kita mempercayai dan meyakini bahwa Allah telah menurunkan kitab-kitab kepada rasul-rasul-Nya. Iman kepada Rasul, bahwa kita mengimani adanya para rasul yang diutus Allah SWT. untuk menyampaikan risalah-Nya kepada sekalian umat. Kita juga mengimani kebenaran hari akhirat, yaitu hari kiamat. Dan bukan hanya itu, kita juga mengimani beberapa fase dalam hari kiamat, seperti hari kebangkitan, penghitungan amal baik dan buruk, dan lain sebagainya. Dan yang terakhir kita juga mengimani qadar (takdir) , yang baik dan yang buruk; yaitu ketentuan yang telah ditetapkan Allah untuk seluruh mahkluk-Nya sesuai dengan ilmu-Nya dan menurut hikmah kebijakan-Nya.



[1] Maksudnya: di samping kekafirannya, ia merendahkan Islam pula.
[2] Ismail bin Umar bin Katsir, Tafsir al-Qur'an al-Katsir, Software Maktabah Syamilah
[3]Allamah Kamal Fakih, “Tafsir Nurul Quran”, (Jakarta, al-Huda: 2004), jil. IV h. 216
[4]Sayyid Quthb, “Tafsir fi Zhilalil Quran”, diterjemahkan oleh As’ad Yasin, (Jakarta, Gema Insani:  2008), cet.3,  jil.III, h.101
[5]Sayyid Quthb, ibid, h. 102
[6]M.Quraish shihab, “wawasan Al-Quran ”, (Bandung, Mizan: 2007), cet. XIX, h.15
[7]Fitrah Allah: Maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama Yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar. mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh lingkungan.
[8]M.Quraish shihab, “wawasan Al-Quran ”, (Bandung, Mizan: 2007), cet. XIX, h 18
[9] Abdullah Ibnu Abbas, Tanwir al-Miqbas min Tafsir Ibni ‘Abbas, Software Maktabah Syamilah
[10] Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib al-Amali, Jami’ al-Bayan fie Ta’wil al-Qur’an, Software Maktabah Syamilah
[11]Allamah. Op.cit  h. 217
[12]Sayyid Quthb, op.cit h. 101
[13] Muhammad bin Abdullah al-Husaini al-Alusi, Ruh al-Ma’ani fie Tafsir al-Qur'an al-‘Azhiem wa Sab’I al-Matsani, Software Maktabah Syamilah
[14]Al-Alusi Ibid
[15]Allamahop.cit h.218
[16]Sayyid qutbop.cit 103
[17] Abdullah Ibnu Abbas, op. cit.

2 komentar:

  1. Thanks kk... kalo boleh saran, blognya lebih elegant dong, susah nih nak baca dan attribut blog nya hapus aja, bikin ganggu mata. Thanks

    BalasHapus
  2. Di ubah ya agak susah/bingung bacanya lama lama bikin ngantuk

    BalasHapus